CATATAN : cerita ini hanya fiktif belaka, apabila ada kesamaan kejadian, nama tokoh, dan tempat kejadian semata-mata hanyalah khayalan pengarang. selamat membaca !
GAGAL BERSINAR
Oleh :Ayyub Al Azheem
Di kota Bandung
terdapat sekolah yang telah terkenal akan prestasi-prestasi yang memuaskan dari
siswa-siswanya. Sekolah itu adalah SMA Harapan Bangsa. Prestasi-prestasi dari
dalam negeri maupun dari luar negeri pernah mereka raih semuanya. SMA Harapan
Bangsa mempunyai siswa andalan yang telah meraih berbagai juara mulai dari
tingkat kabupaten hingga nasional, namanya adalah Syahril.
Sekarang,
Syahril duduk di kelas XI IPA 1. Dia selalu menjadi bintang kelas tiap ada
penerimaan raport. Wajar saja dia selalu menjadi pilihan utama oleh guru-guru
untuk mengikuti lomba. Syahril sangat
menyukai mata pelajaran fisika. Nilai-nilai mata pelajaran fisika tak diragukan
lagi, selalu 90 keatas. Syahril sendiri dimata teman-temannya adalah sosok
pribadi yang ramah, santun, dan senang berbagi.
Pada
suatu hari dengan cuaca yang sangat cerah Syahril berangkat ke sekolah dengan
wajah ceria. Ia berangkat dari rumah ke sekolah naik sepeda kesayangannya.
Kebetulan jarak rumah Syahril dengan sekolahnya tidak terlalu jauh.
Sesampainya di
sekoloah Syahril bertemu dengan Pak Ishaq yang merupakan guru fisika di
sekolahnya. Syahril diminta Pak Ishaq untuk mengikuti lomba fisika yang
setingkat dengan tingkat nasional di ITB yang merupakan salah satu perguruan
tinggi terbaik di Indonesia.
“Ril, nanti pukul 08.00 bapak antar kamu ke
ITB ya?” kata Pak Ishaq dengan wajah yang tersenyum. “Ha? Ada apa pak kok ke
sana?” tanya Syahril dengan wajah kebingungan. “Ada lomba fisika di sana,
siap-siap ya?” jawab pak Ishaq. “Lho kok mendadak sih pak?” kata Syahril dengan
wajah yang terkejut. “Iya ternyata surat dari ITB terselip di meja kepala
sekolah, tadi kepala sekolah dihubungi dari pihak ITB” jawab pak Ishaq. “Oo . .
. tapi saya tidak siap pak kalau mendadak seperti ini” kata Syahril dengan gugup.
“Ah kamu kan sudah biasa lomba fisika, saya yakin kamu pasti juara kok” jawab
pak Ishaq dengan nada yang sangat yakin. “Ya tapi kan saya juga perlu persiapan
dan belajar, Pak?” bantah si Syahril. “Ya sudah, sekarang persiapkanlah dirimu,
sebentar lagi kita akan berangkat” Kata Pak Ishaq yang menyela bantahan si Syahril.
Ini merupakan
kesempatan yang besar bagi Syahril karena sejak dulu ia sangat mengimpikan bisa
melanjutkan sekolahnya di ITB. “ini kesempatan yang besar bagi saya, saya ingin
menjadi juara di sana, perguruan tinggi itu merupakan impianku” kata Syahril
dalam hati kecilnya.
Jam
menunjukkan pukul 08.00, Pak Ishaq bersiap mengantarkan Syahril ke ITB.
“Syahril, sudah siap?” kata Pak Ishaq. “Berangkat sekarang, Pak?” tanya
Syahril. “Iya, mari bapak antar, lomba dimulai pukul 09.00” jawab Pak Ishaq.
Kemudian mereka berangkat menuju ITB naik mobil pribadi sekolah.
Dalam
perjalanan tiba-tiba Syahril merasa gugup, tak seperti biasanya saat mau
mengikuti lomba yang penuh dengan rasa percaya diri. Keringat terus ia
keluarkan dari pori-pori kulit tubuhnya, ia hanya terdiam membisu sepanjang
perjalanan. Kemudian Pak Ishaq bertanya, “Syahril, kamu kenapa? Kok diam saja
dari tadi? Tak seperti biasanya di kelas yang ceria.”. “Emmhh . . saya tidak
apa-apa pak hanya sedikit gugup saja” jawab si Syahril dengan raut wajah yang
lemas. “Ah kamu ini, biasanya kalau saat seperti ini kamu percaya sekali kalau
akan menang, ayo dong semangat, bapak yakin kamu juara nanti” kata pak Ishaq
yang menghibur si Syahril. Tiba-tiba kepercayaan diri Ishaq itu muncul seketika
setelah pak Ishaq memberikan semangat kepadanya. Syahril berfikir bahwa dia
tidak akan mengecewakan kepercayaan pak Ishaq. “Aku yakin aku akan meraih
juara, aku tidak boleh mengecewakan pak Ishaq” kata Syahril di dalam hatinya.
Kemudian pak Ishaq menyela ketika melihat Syahril melamun, “Syahril ?” kata pak
Ishaq. “Oh iya pak, doakan saya ya pak!” kata Syahril dengan nada yang penuh
semangat.
Beberapa
saat kemudian, mobil mereka yang
bertuliskan nama “SMA Harapan Bangsa” sampai di halaman ITB. Mobil itu seakan
menjadi perhatian banyak orang yang ada di sana karena ada bintang di dalam
sana, yaitu Syahril. Seketika ia menjadi buah bibir orang-orang yang ada di
sana. “Wah ada Syahril dari SMA Harapan Bangsa, dia pasti meraih juara lagi
nih” kata salah seorang siswa dari SMA lain.
Saat
Syahril turun dari mobil tersebut, aura kebintangannya semakin terasa.
Tiba-tiba ia disambut oleh temannya dari
SMA Pelita Jaya Magelang yang merupakan saingannya ketika lomba-lomba fisika,
namanya Firman. Namun, Syahril selalu lebih unggul dibandingkan dengan Firman.
“Heii Syahril !” sapa Firman. “Oh hai Firman !” sahut Syahril. “Wah ada sang
juara ikut lomba lagi nih” gurau si Firman kepada Syahril. “Ah kamu gak usah
terlalu membesarkan aku hahaha” jawab Syahril dengan santai. “Apa kabar
nih?” tanya Firman. “Alhamdulillah
baik-baik saja, bagimana denganmu?” giliran Syahril bertanya balik.
“Alhamdulillah senantiasa dalam lindungan Tuhan” jawab Firman dengan agamis. Tiba-tiba
Pak Ishaq memotong pembicaraan mereka, “Syahril, mari kita registrasi dulu ke
sekretariat”. “Oh iya Pak” kata Syahril. “Hei Firman aku mau registrasi dulu
ya? Selamat berjuang kawan!” kata Syahril sambil melambaikan tangannya. “Oh iya
bro, selamat berjuang juga!” balas si Firman.
Kemudian
Syahril dan Pak Ishaq menuju ke sekretariat untuk mendaftarkan Syahril sebagai
peserta dengan mengisi formulir yang disediakan oleh panitia. Setelah selesai
mengisi formulir, Syahril diberikan nomor tes oleh panitia. “Ini nomor tes
adik, silahkan tunggu di depan ruang tes” kata salah seorang panitia yang
merupakan mahasiswa di ITB. “Ruang tes saya berapa ya kak?” tanya Syahril. “Di
depan pintu ruang tes ada nomor-nomor pesertanya kok dik” jawab panitia
tersebut. “Oh ya sudah kak, terima kasih” kata Syahril. Kemudian Syahril
mencari ruang tesnya yang ditemani oleh Pak Ishaq.
Beberapa
saat kemudian, Syahril dan Pak Ishaq belum juga menemukan ruang tesnya Syahril.
“Hei lihat, bukankah itu Firman temanmu? Coba tanya Firman siapa tahu dia tahu
ruanganmu” kata Pak Ishaq sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arah Firman
yang sedang duduk bersama gurunya yang bernama Pak Hadi. Syahril pun memanggil
Firman dengan suara yang lantang “Hei Firman !”. “Oh hai Syahril, sudah selesai
registrasimu?” tanya Firman. “Sudah man, nomor tesmu berapa Man?” tanya
Syahril. “nomor tesku 2505, kamu?” si Firman balas bertanya. “Wah selisih 5
angka denganku, aku 2510” jawab Syahril. “Wah kita berarti satu ruang dong !”
kata Firman. “Benarkah?” tanya Syahril yang tak menyangka bahwa mereka satu
ruangan. “Iya benar, aku tadi sudah mengecek di depan pintu ruangan tes” jawab
Firman. “Lalu di sebelah mana ruang tesnya?” tanya Syahril. “Disana ! di dekat
kantin” kata Firman sambil menunjukkan jarinya ke arah ruang tes mereka.
“Yasudah mari kita kesana, sebentar lagi lomba akan dimulai” kata pak Ishaq
yang menyela pembicaaraan mereka.
Kemudian
Syahril dan Firman menuju ke depan ruang tes mereka karena belum ada tanda bel
maka mereka tidak boleh memasuki ruangan tes tersebut. Sedangkan Pak Ishaq dan
Pak Hadi menuju kantin untuk menunggu siswa-siswanya yang akan mengerjakan soal
tes. Beberapa saat kemudian terdengar tanda bel masuk. Ketika Syahril dan
Firman akan memasuki ruangan, tiba-tiba Firman menepuk punggung Syahril yang
ada di depannya dan berkata, “Hei Syahril, selamat berjuang ya ! Aku tidak
gentar walau kamu sebagai favorit juara, aku pasti akan mengalahkanmu kali
ini”.”Iya, selamat berjuang juga ya” kata Syahril dengan senyum manis di
wajahnya.
Dengan
wajah yang sangat percaya diri, Syahril dan Firman memasuki ruangan tes yang
juga diikuti oleh para peserta lomba lainnya. Beberapa saat kemudian, dua orang
pengawas ruangan memasuki ruang tes dengan membawa berkas soal yang terlihat
masih disegel. “Selamat pagi adik-adik!” kata seorang pengawas ruangan yang
merupakan mahasiswa di ITB. Serentak para peserta di ruangan menjawab salam
“Selamat pagi kakak!”. “Sebelum saya membagikan soal dan lembar jawab, ada yang
mau memimpin do’a terlebih dahulu?” kata salah seorang pengawas ruangan. Dengan
percaya diri, Syahril mengangkat tangannya dan berdiri untuk memimpin do’a.
Setelah
berdo’a pengawas ruangan membacakan peraturan-peraturan lomba dari 1-10. Hingga
pada peraturan yang ke-10 berbunyi, “Setiap peserta yang meninggalkan ruangan
dengan membawa lembar jawab maka akan didiskualifikasi”. Setelah peraturan
ke-10 dibacakan pengawas ruangan membuka berkas soal yang masih disegel.
“Adik-adik lihat ya, berkas soal ini masih disegel” kata salah seorang
pengawas. Kemudian pengawas membagikan soal-soal dan lembar jawab. “Lembar soal
jangan dibuka dulu sebelum ada tanda bel mulai mengerjakan” sela pengawas
sambil membagikan kertas kosong untuk coret-coretan menghitung.
Sambil
menunggu bel tanda mengerjakan, para peserta lomba mengisi data diri pada
lembar jawab scanning. Teet teet
teeet terdengar bunyi bel tiga kali yang bertanda para peserta boleh memulai
membuka lembar soal dan mengerjakan soal-soalnya. “Waktu mengerjakan soal 2 jam
dan jumlah soal 100, maksimalkan waktu kalian” kata salah seorang pengawas ruangan.
Syahril terlihat sangat percaya diri mengerjakan soal-soal yang ada
dihadapannya meskipun ia tanpa persiapan belajar sebelumnya. Begitu juga dengan
Firman yang sangat termotivasi untuk mengalahkan sang juara berturut-turut di
lomba-lomba fisika, Syahril.
Setelah
beberapa waktu berjalan, para peserta lomba terlihat sangat serius sekali
dengan muka-muka yang tegang. Kertas coret-coretan Syahril terlihat penuh
dengan tulisannya, kemudian ia mengangkat tangannya dan berkata, “Maaf kakak
pengawas, boleh minta kertas kosong lagi?”. “Oh iya ini” kata salah seorang
pengawas sambil berjalan menuju bangku Syahril dan memberikan kertas kosong
tersebut.
Jam
menunjukkan pukul 10.55 terdengar bel satu kali “teeeettt” yang menandakan
bahwa waktu untuk mengerjakan soal tinggal lima menit. Syahril terlihat begitu
serius sekali menyelesaikan soal-soal yang belum ia kerjakan. Syahril terus
mencoba berfikir keras hingga kertas coret-coretannya yang kedua hamper penuh. Beberapa saat kemudian terdengar bel
tiga kali “teeet tteeett teeetttt”. “Yak adik-adik waktu kalian untuk
mengerjakan habis, silahkan lembar jawab dikumpulkan ke depan, lembar soal
boleh dibawa pulang” kata seorang pengawas.
Semua
peserta serentak maju ke depan untuk mengumpulkan lembar jawab mereka. Syahril
terlihat panik karena ada beberapa soal yang belum ia selesaikan. Maklum saja hanya waktu 120 menit untuk mengerjakan soal
fisika sebanyak 100 soal memang tidak cukup. Karena sangat panik, Syahril
tergesa-gesa menuju ke depan. Ia tidak sadar bahwa yang dikumpulkannya itu
bukan lembar jawab, tetapi lembar soal. Kemudian Firman dan peserta lainnya
mengumpulkan jawabannya hingga lembar soal Syahril tertutup oleh lembar jawab
para peserta lain, sehingga tidak terlihat oleh pengawas ruangan.
Setelah
semua peserta lomba mengumpulkan lembar jawabnya, mereka keluar dari ruangan.
Syahril masih belum sadar kalau ia salah mengumpulkan lembar jawab. Kemudian
Syahril dan Firman berjalan menuju kantin untuk menemui guru pembimbingnya
masing-masing. “Bagaimana Syahril? Bisa mengerjakan kan?” tanya Pak Ishaq.
“Alhamdulillah pak, ada beberapa soal yang belum saya kerjakan karena
kekurangan waktu” jawab Syahril dengan percaya diri. “Yakin bisa juara apa
tidak?” tanya Pak Ishaq dengan nada sedikit bergurau. “Berdoa saja lah Pak,
semoga menjadi yang terbaik” jawab Syahril dengan santai. “Ah Syahril pasti
dapat juara lagi nih” sela Pak Hadi yang memotong pembicaraan mereka.
“Bagaimana dengan kamu Firman? Bisa mengerjakan kan?” tanya Pak Hadi.
“Alhamdulillah pak” jawab Firman singkat. “Yakin bisa kalahkan Syahril?” tanya
pak Hadi dengan nada yang juga sedikit bergurau. “Ah kita tunggu saja nanti
pengumumannya pak hehe” jawab Firman. “Firman, ayo kita makan dulu yuk ke sana”
kata Syahril sambil menunjukkan jarinya ke arah bangku kantin yang kosong.
“Okedeeh” jawab Firman.
Kemudian
mereka memesan makanan di kantin itu. Mereka berdua mengobrol dengan asyiknya
sambil menunggu makanan dan minuman pesanan mereka datang. “Hei Syahril, kamu
tadi nomor 25 isinya apa?” tanya si Firman. “Nomor 25 itu soalnya yang mana ya?
Aku kok lupa” jawab Syahril. “Ini lho yang ini, aku agak ragu tadi” kata Firman
sambil menunjukkan lembar soalnya. “Ooh ini, aku tadi jawab B, karena itu kan
perlambatan? jadi negatif kan?” kata Syahril. “Oh iyaa jugaa ya, tapi aku juga
jawab B tadi hehehe” kata si Firman. “Bagaimana dengan nomor 55 ini?” tanya si
Firman.
Saat
sedang asyik membahas soal, tiba-tiba perbincangan Syahril dan Firman terpotong
karena makanan dan minuman yang mereka pesan sudah datang. “Silahkan mas” kata
seorang pelayan di kantin. Tiba-tiba minuman yang dibawa pelayan kantin itu
tumpah dan menumpahi lembar soal milik Firman. “Wah maaf mas, maaf. Saya tidak
sengaja” kata seorang pelayan. “Eemm tidak apa-apa kok” jawab Firman. “Minumnya
saya ganti deh mas” kata seorang pelayan. “Iya mas, lain kali hati-hati” kata
Firman.
Beberapa
saat kemudian minuman Firman yang diganti datang, “silahkan mas, sekali lagi
saya minta maaf, saya tidak sengaja mas” kata seorang pelayan. “Iya tidak
apa-apa” jawab Firman. Kemudian Syahril dan Firman melanjutkan memakan
makanannya yang mereka pesan tadi.
Setelah
selesai makan, Syahril dan Firman melanjutkan perbincangan mereka yang tadi.
“Oh ya, tadi belum selesai kita membahas soal nomor 55 ini” kata Firman. “Emm
tapi lembar soalku basah nih, pake lembar soalmu ya Ril?” lanjut si Firman. “Oh
iya deeh” kata Syahril. Kemudian Syahril membuka tasnya dan mencari lembar
soalnya, tiba-tiba ia sangat terkejut sekali karena di dalam tasnya ada lembar
jawab yang ia kerjakan tadi di ruangan tes. “Lho kok ada lembar jawab di tasku
sih? Terus yang aku kumpulin tadi apa ya?” kata Syahril dengan panik. “Lho
iyakah?” kata Firman dengan nada yang juga sangat kaget. Tiba-tiba suasana
menjadi tegang.
Kemudian
si Syahril berlari meninggalkan Firman menuju ke arah pak Ishaq. “Ada apa Ril?
Kok seperti dikejar perampok gitu?” kata pak Ishaq sambil bergurau. Kemudian
Syahril menceritakan semuanya kepada Pak Ishaq. “Pak, ternyata tadi saya salah
mengumpulkan lembar jawab” kata Syahril dengan panik. “Hah? maksud kamu apa
Ril?” tanya pak Ishaq dengan nada yang tinggi dan penasaran. “Iya pak, ini
lembar jawab saya ternyata ada di dalam tas saya, jadi yang saya kumpulkan tadi
adalah lembar soal” kata Syahril yang begitu gugup disertai dengan keringat
yang mengucur di sekitar mukanya. “Kok bisa begitu sih?” kata Pak Ishaq. “Saya
juga tidak tahu pak, saya juga baru tahunya waktu membuka tas saya pak” kata
Syahril. “Ya sudah mari kita ke sekretariat, siapa tahu masih bisa diurus
sebelum pengumuman” kata Pak Ishaq.
Syahril
dan Pak Ishaq menemui panitia di secretariat dan melaporkan kejadian yang
terjadi pada Syahril. “Mas, ini ada miss sedikit, siswa saya salah mengumpulkan
lembar jawabnya” kata Pak Ishaq. “Salah mengumpulkan bagaimana Pak?” tanya
salah seorang panitia lomba. “Ini tadi dia bukan mengumpulkan lembar jawabnya,
tetapi mengumpulkan lembar soalnya” jelas pak Ishaq. “Apa masih bisa diurus
mas?” imbuh Pak Ishaq. “Wah maaf pak, kasus ini tidak bisa diurus, sesuai
peraturan lomba nomor 10 bahwa peserta lomba yang keluar ruangan dengan membawa
lembar jawab, maka akan didiskualifikasi Pak” jelas salah seorang panitia
tersebut. “Tapi siswa saya ini selalu jadi juara lho mas tiap ada lomba-lomba
begini, sayang kan kalau sang juara didiskualifikasi” kata Pak Ishaq yang
sedikit membantah dengan peraturan. “Sekali lagi saya maaf Pak, kita mengikuti
prosedur yang ada. Kami tidak peduli bahwa siswa bapak ini selalu mendapat
juara, ini murni kesalahan dari siswa bapak sendiri bukan kesalahan dari pihak
panitia” jelas seorang panitia lagi.
Pak
Ishaq yang berniat membela siswanya itu seakan sia-sia. Syahril yang tadinya
sangat gembira dan penuh percaya diri seakan diam membisu menahan tangis dan
penyesalan atas kesalahan yang ia perbuat. Syahril harus menerima keadaan bahwa
dirinya kali ini bukan menjadi ‘sang juara’ pada lomba di ITB kali ini. Padahal
menurutnya di ITB ini adalah lomba yang bergengsi baginya, karena ia ingin
meneruskan kuliahnya di sini.
Firman
teman si Syahril tadi mencoba menghiburnya. “Syahril, sudahlah tak usah kau
fikirkan lagi, bagiku kamu tetap menjadi sang juara” kata Firman. “Bukan itu
masalahnya, aku dari dulu sangat mengidolakan kampus ini, aku gagal bersinar di
tempat yang aku impikan” jelas Syahril. “Aku mengerti perasaanmu Ril, yang
sabar saja. Mungkin Tuhan belum menghendaki kamu untuk juara pada lomba kali
ini. Masih banyak kejuaraan yang patut kamu rebut” kata Firman yang berusaha
meyakinkan Syahril yang terlihat sangat bersedih. “Iya deh, aku mengerti.
Meskipun aku gagal bersinar di sini aku do’akan kamu menjadi juaranya kali ini”
kata Syahril.
Akhirnya
Syahril menerima kenyataan bahwa ia gagal juara meskipun pengumuman hasil lomba belum diumumkan. Dan tibalah
saatnya pengumuman hasil lomba fisika yang di adakan oleh ITB di tahun 2013
ini. Bukan hal yang mendebarkan lagi bagi Syahril, tetapi hal yang sangat
mendebarkan bagi Firman karena saingannya si Syahril dipastikan gagal menjadi
juara karena didiskualifikasi. Rektor dari ITB yang membacakan pemenang lomba,
pemenang pertama ternyata bukan Firman, tetapi Mahendra yaitu siswa dari SMA
Satria Muda Jakarta dengan nilai 77. Kemudian pemenang kedua adalah Firman dari
SMA Pelita Jaya Magelang dengan nilai 73 dan pemenang ketiga adalah Dian dari
SMA Bukit Tinggi Padang dengan nilai 68. “Selamat bagi para pemenang lomba,
saya tunggu kedatangan kalian di Perguruan Tinggi ini” kata Rektor ITB.
Semua
peserta lomba dan guru pembimbing yang mengantarkan lomba terkejut karena nama Syahril
tidak tercantum di dalam daftar pemenang lomba, kecuali Firman dan Pak Hadi
yang sudah terlebih dahulu tahu bahwa Syahril terkena diskualifikasi.
Meskipun
gagal juara, Syahril tetap sportif dan memberikan selamat kepada Firman.
“Firman selamat ya kamu menjadi pemenang kedua pada lomba kali ini” kata
Syahril yang dalam hatinya sangat berat menerima hasil ini. “Iya terima kasih
ya Ril, tapi aku gagal menjadi juara 1” kata Firman yang sebenarnya juga kurang
puas akan hsil yang ia terima. “Tak apa kawan, ini sudah bagus. Kamu berhasil
mengungguliku kali ini, lain kali aku tidak akan pernah kalah lagi denganmu”
kata Syahril dengan senyum yang menghiasi wajah kekecewaannya. “Pak Hadi,
selamat ya atas keberhasilan siswanya” kata Pak Ishaq yang menjabat tangan Pak
Hadi. “Iya terima kasih Pak Ishaq, mungkin belum kehendak Tuhan untuk Syahril
menjadi juara pada kali ini Pak, saya sangat percaya bahwa siswa Pak Ishaq itu akan
menjadi juara pada lomba-lomba berikutnya” kata Pak Hadi. “Ya sudah, kami pamit
terlebih dahulu ya Pak” kata Pak Ishaq kepada Pak Hadi. “Iya Pak silahkan,
hati-hati di jalan” kata Pak Hadi. “Syahril, yuk kita kembali ke sekolah” ajak
Pak Ishaq. “Iya Pak” kata Syahril. “Aku pamit dulu ya kawan, ingat lain kali
aku tidak akan kalah lagi sama kamu” kata Syahril kepada Firman. “Iya,
hati-hati di jalan. Oke sampai jumpa lain waktu kawan, aku juga kan terus
berusaha untuk mengalahkanmu lagi” balas Firman.
Kemudian
Syahril dan Pak Ishaq menuju mobil mereka dan kembali ke SMA Harapan Bangsa. Di
sepanjang perjalanan pulang, Si Syahril tampak terdiam seribu bahasa dan
tertunduk lesu nampaknya dia sangat menyesali kejadian yang tak akan pernah ia
lupakan sepanjang hidupnya. “Sudahlah Syahril, tak usah bersedih, jadikan ini
sebagai awal kebangkitan kamu” kata Pak Ishaq. “Saya menyesal Pak, ini semua
salah saya sehingga merusak nama sekolah” kata Syahril yang terihat begitu
sedih. “Lagian kamu tadi saya suruh lomba kan secara mendadak, sedangkan
lawan-lawanmu sudah ada persiapan sebelumnya, bukan kesalahan kamu sepenuhnya
tetapi juga salah bapak” kata Pak Ishaq yang berusaha meyakinkan Syahril.
Dalam
hati Syahril, ia bertekad tidak akan menyia-nyiakan lagi kesempatn untuk
menjadi juara pada lomba-lomba berikutnya. Ia berjanji akan mengembalikan nama
sekolah yang telah terpuruk dan membawa nama sekolah di kancah Internasional. “Ya
ini merupakan pelajaran yang sangat berharga bagiku, aku berjanji akan lebih
baik lagi jika aku diberi kesempatan untuk mengikuti lomba di lain waktu” kata
Syahril dalam hatinya.