Terima Kasih Telah Berkunjung di Blog Saya, Semoga Postingan Saya Bisa Bermanfaat Bagi Kalian ^^

Cerpen Pendidikan


.

CATATAN : cerita ini hanya fiktif belaka, apabila ada kesamaan kejadian, nama tokoh, dan tempat kejadian semata-mata hanyalah khayalan pengarang. selamat membaca !


GAGAL BERSINAR
Oleh :Ayyub Al Azheem

Di kota Bandung terdapat sekolah yang telah terkenal akan prestasi-prestasi yang memuaskan dari siswa-siswanya. Sekolah itu adalah SMA Harapan Bangsa. Prestasi-prestasi dari dalam negeri maupun dari luar negeri pernah mereka raih semuanya. SMA Harapan Bangsa mempunyai siswa andalan yang telah meraih berbagai juara mulai dari tingkat kabupaten hingga nasional, namanya adalah Syahril.
            Sekarang, Syahril duduk di kelas XI IPA 1. Dia selalu menjadi bintang kelas tiap ada penerimaan raport. Wajar saja dia selalu menjadi pilihan utama oleh guru-guru untuk mengikuti lomba.  Syahril sangat menyukai mata pelajaran fisika. Nilai-nilai mata pelajaran fisika tak diragukan lagi, selalu 90 keatas. Syahril sendiri dimata teman-temannya adalah sosok pribadi yang ramah, santun, dan senang berbagi.
            Pada suatu hari dengan cuaca yang sangat cerah Syahril berangkat ke sekolah dengan wajah ceria. Ia berangkat dari rumah ke sekolah naik sepeda kesayangannya. Kebetulan jarak rumah Syahril dengan sekolahnya tidak terlalu jauh.
Sesampainya di sekoloah Syahril bertemu dengan Pak Ishaq yang merupakan guru fisika di sekolahnya. Syahril diminta Pak Ishaq untuk mengikuti lomba fisika yang setingkat dengan tingkat nasional di ITB yang merupakan salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia.
 “Ril, nanti pukul 08.00 bapak antar kamu ke ITB ya?” kata Pak Ishaq dengan wajah yang tersenyum. “Ha? Ada apa pak kok ke sana?” tanya Syahril dengan wajah kebingungan. “Ada lomba fisika di sana, siap-siap ya?” jawab pak Ishaq. “Lho kok mendadak sih pak?” kata Syahril dengan wajah yang terkejut. “Iya ternyata surat dari ITB terselip di meja kepala sekolah, tadi kepala sekolah dihubungi dari pihak ITB” jawab pak Ishaq. “Oo . . . tapi saya tidak siap pak kalau mendadak seperti ini” kata Syahril dengan gugup. “Ah kamu kan sudah biasa lomba fisika, saya yakin kamu pasti juara kok” jawab pak Ishaq dengan nada yang sangat yakin. “Ya tapi kan saya juga perlu persiapan dan belajar, Pak?” bantah si Syahril. “Ya sudah, sekarang persiapkanlah dirimu, sebentar lagi kita akan berangkat” Kata Pak Ishaq yang menyela bantahan  si Syahril.
Ini merupakan kesempatan yang besar bagi Syahril karena sejak dulu ia sangat mengimpikan bisa melanjutkan sekolahnya di ITB. “ini kesempatan yang besar bagi saya, saya ingin menjadi juara di sana, perguruan tinggi itu merupakan impianku” kata Syahril dalam hati kecilnya.
            Jam menunjukkan pukul 08.00, Pak Ishaq bersiap mengantarkan Syahril ke ITB. “Syahril, sudah siap?” kata Pak Ishaq. “Berangkat sekarang, Pak?” tanya Syahril. “Iya, mari bapak antar, lomba dimulai pukul 09.00” jawab Pak Ishaq. Kemudian mereka berangkat menuju ITB naik mobil pribadi sekolah.
            Dalam perjalanan tiba-tiba Syahril merasa gugup, tak seperti biasanya saat mau mengikuti lomba yang penuh dengan rasa percaya diri. Keringat terus ia keluarkan dari pori-pori kulit tubuhnya, ia hanya terdiam membisu sepanjang perjalanan. Kemudian Pak Ishaq bertanya, “Syahril, kamu kenapa? Kok diam saja dari tadi? Tak seperti biasanya di kelas yang ceria.”. “Emmhh . . saya tidak apa-apa pak hanya sedikit gugup saja” jawab si Syahril dengan raut wajah yang lemas. “Ah kamu ini, biasanya kalau saat seperti ini kamu percaya sekali kalau akan menang, ayo dong semangat, bapak yakin kamu juara nanti” kata pak Ishaq yang menghibur si Syahril. Tiba-tiba kepercayaan diri Ishaq itu muncul seketika setelah pak Ishaq memberikan semangat kepadanya. Syahril berfikir bahwa dia tidak akan mengecewakan kepercayaan pak Ishaq. “Aku yakin aku akan meraih juara, aku tidak boleh mengecewakan pak Ishaq” kata Syahril di dalam hatinya. Kemudian pak Ishaq menyela ketika melihat Syahril melamun, “Syahril ?” kata pak Ishaq. “Oh iya pak, doakan saya ya pak!” kata Syahril dengan nada yang penuh semangat.
            Beberapa saat kemudian, mobil mereka  yang bertuliskan nama “SMA Harapan Bangsa” sampai di halaman ITB. Mobil itu seakan menjadi perhatian banyak orang yang ada di sana karena ada bintang di dalam sana, yaitu Syahril. Seketika ia menjadi buah bibir orang-orang yang ada di sana. “Wah ada Syahril dari SMA Harapan Bangsa, dia pasti meraih juara lagi nih” kata salah seorang siswa dari SMA lain.
            Saat Syahril turun dari mobil tersebut, aura kebintangannya semakin terasa. Tiba-tiba ia  disambut oleh temannya dari SMA Pelita Jaya Magelang yang merupakan saingannya ketika lomba-lomba fisika, namanya Firman. Namun, Syahril selalu lebih unggul dibandingkan dengan Firman. “Heii Syahril !” sapa Firman. “Oh hai Firman !” sahut Syahril. “Wah ada sang juara ikut lomba lagi nih” gurau si Firman kepada Syahril. “Ah kamu gak usah terlalu membesarkan aku hahaha” jawab Syahril dengan santai. “Apa kabar nih?”  tanya Firman. “Alhamdulillah baik-baik saja, bagimana denganmu?” giliran Syahril bertanya balik. “Alhamdulillah senantiasa dalam lindungan Tuhan” jawab Firman dengan agamis. Tiba-tiba Pak Ishaq memotong pembicaraan mereka, “Syahril, mari kita registrasi dulu ke sekretariat”. “Oh iya Pak” kata Syahril. “Hei Firman aku mau registrasi dulu ya? Selamat berjuang kawan!” kata Syahril sambil melambaikan tangannya. “Oh iya bro, selamat berjuang juga!” balas si Firman.
            Kemudian Syahril dan Pak Ishaq menuju ke sekretariat untuk mendaftarkan Syahril sebagai peserta dengan mengisi formulir yang disediakan oleh panitia. Setelah selesai mengisi formulir, Syahril diberikan nomor tes oleh panitia. “Ini nomor tes adik, silahkan tunggu di depan ruang tes” kata salah seorang panitia yang merupakan mahasiswa di ITB. “Ruang tes saya berapa ya kak?” tanya Syahril. “Di depan pintu ruang tes ada nomor-nomor pesertanya kok dik” jawab panitia tersebut. “Oh ya sudah kak, terima kasih” kata Syahril. Kemudian Syahril mencari ruang tesnya yang ditemani oleh Pak Ishaq.
            Beberapa saat kemudian, Syahril dan Pak Ishaq belum juga menemukan ruang tesnya Syahril. “Hei lihat, bukankah itu Firman temanmu? Coba tanya Firman siapa tahu dia tahu ruanganmu” kata Pak Ishaq sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arah Firman yang sedang duduk bersama gurunya yang bernama Pak Hadi. Syahril pun memanggil Firman dengan suara yang lantang “Hei Firman !”. “Oh hai Syahril, sudah selesai registrasimu?” tanya Firman. “Sudah man, nomor tesmu berapa Man?” tanya Syahril. “nomor tesku 2505, kamu?” si Firman balas bertanya. “Wah selisih 5 angka denganku, aku 2510” jawab Syahril. “Wah kita berarti satu ruang dong !” kata Firman. “Benarkah?” tanya Syahril yang tak menyangka bahwa mereka satu ruangan. “Iya benar, aku tadi sudah mengecek di depan pintu ruangan tes” jawab Firman. “Lalu di sebelah mana ruang tesnya?” tanya Syahril. “Disana ! di dekat kantin” kata Firman sambil menunjukkan jarinya ke arah ruang tes mereka. “Yasudah mari kita kesana, sebentar lagi lomba akan dimulai” kata pak Ishaq yang menyela pembicaaraan mereka.
            Kemudian Syahril dan Firman menuju ke depan ruang tes mereka karena belum ada tanda bel maka mereka tidak boleh memasuki ruangan tes tersebut. Sedangkan Pak Ishaq dan Pak Hadi menuju kantin untuk menunggu siswa-siswanya yang akan mengerjakan soal tes. Beberapa saat kemudian terdengar tanda bel masuk. Ketika Syahril dan Firman akan memasuki ruangan, tiba-tiba Firman menepuk punggung Syahril yang ada di depannya dan berkata, “Hei Syahril, selamat berjuang ya ! Aku tidak gentar walau kamu sebagai favorit juara, aku pasti akan mengalahkanmu kali ini”.”Iya, selamat berjuang juga ya” kata Syahril dengan senyum manis di wajahnya.
            Dengan wajah yang sangat percaya diri, Syahril dan Firman memasuki ruangan tes yang juga diikuti oleh para peserta lomba lainnya. Beberapa saat kemudian, dua orang pengawas ruangan memasuki ruang tes dengan membawa berkas soal yang terlihat masih disegel. “Selamat pagi adik-adik!” kata seorang pengawas ruangan yang merupakan mahasiswa di ITB. Serentak para peserta di ruangan menjawab salam “Selamat pagi kakak!”. “Sebelum saya membagikan soal dan lembar jawab, ada yang mau memimpin do’a terlebih dahulu?” kata salah seorang pengawas ruangan. Dengan percaya diri, Syahril mengangkat tangannya dan berdiri untuk memimpin do’a.
            Setelah berdo’a pengawas ruangan membacakan peraturan-peraturan lomba dari 1-10. Hingga pada peraturan yang ke-10 berbunyi, “Setiap peserta yang meninggalkan ruangan dengan membawa lembar jawab maka akan didiskualifikasi”. Setelah peraturan ke-10 dibacakan pengawas ruangan membuka berkas soal yang masih disegel. “Adik-adik lihat ya, berkas soal ini masih disegel” kata salah seorang pengawas. Kemudian pengawas membagikan soal-soal dan lembar jawab. “Lembar soal jangan dibuka dulu sebelum ada tanda bel mulai mengerjakan” sela pengawas sambil membagikan kertas kosong untuk coret-coretan menghitung.
            Sambil menunggu bel tanda mengerjakan, para peserta lomba mengisi data diri pada lembar jawab scanning. Teet teet teeet terdengar bunyi bel tiga kali yang bertanda para peserta boleh memulai membuka lembar soal dan mengerjakan soal-soalnya. “Waktu mengerjakan soal 2 jam dan jumlah soal 100, maksimalkan waktu kalian” kata salah seorang pengawas ruangan. Syahril terlihat sangat percaya diri mengerjakan soal-soal yang ada dihadapannya meskipun ia tanpa persiapan belajar sebelumnya. Begitu juga dengan Firman yang sangat termotivasi untuk mengalahkan sang juara berturut-turut di lomba-lomba fisika, Syahril.
            Setelah beberapa waktu berjalan, para peserta lomba terlihat sangat serius sekali dengan muka-muka yang tegang. Kertas coret-coretan Syahril terlihat penuh dengan tulisannya, kemudian ia mengangkat tangannya dan berkata, “Maaf kakak pengawas, boleh minta kertas kosong lagi?”. “Oh iya ini” kata salah seorang pengawas sambil berjalan menuju bangku Syahril dan memberikan kertas kosong tersebut.
            Jam menunjukkan pukul 10.55 terdengar bel satu kali “teeeettt” yang menandakan bahwa waktu untuk mengerjakan soal tinggal lima menit. Syahril terlihat begitu serius sekali menyelesaikan soal-soal yang belum ia kerjakan. Syahril terus mencoba berfikir keras hingga kertas coret-coretannya yang kedua hamper  penuh. Beberapa saat kemudian terdengar bel tiga kali “teeet tteeett teeetttt”. “Yak adik-adik waktu kalian untuk mengerjakan habis, silahkan lembar jawab dikumpulkan ke depan, lembar soal boleh dibawa pulang” kata seorang pengawas.
            Semua peserta serentak maju ke depan untuk mengumpulkan lembar jawab mereka. Syahril terlihat panik karena ada beberapa soal yang belum ia selesaikan. Maklum saja  hanya waktu 120 menit untuk mengerjakan soal fisika sebanyak 100 soal memang tidak cukup. Karena sangat panik, Syahril tergesa-gesa menuju ke depan. Ia tidak sadar bahwa yang dikumpulkannya itu bukan lembar jawab, tetapi lembar soal. Kemudian Firman dan peserta lainnya mengumpulkan jawabannya hingga lembar soal Syahril tertutup oleh lembar jawab para peserta lain, sehingga tidak terlihat oleh pengawas ruangan.
            Setelah semua peserta lomba mengumpulkan lembar jawabnya, mereka keluar dari ruangan. Syahril masih belum sadar kalau ia salah mengumpulkan lembar jawab. Kemudian Syahril dan Firman berjalan menuju kantin untuk menemui guru pembimbingnya masing-masing. “Bagaimana Syahril? Bisa mengerjakan kan?” tanya Pak Ishaq. “Alhamdulillah pak, ada beberapa soal yang belum saya kerjakan karena kekurangan waktu” jawab Syahril dengan percaya diri. “Yakin bisa juara apa tidak?” tanya Pak Ishaq dengan nada sedikit bergurau. “Berdoa saja lah Pak, semoga menjadi yang terbaik” jawab Syahril dengan santai. “Ah Syahril pasti dapat juara lagi nih” sela Pak Hadi yang memotong pembicaraan mereka. “Bagaimana dengan kamu Firman? Bisa mengerjakan kan?” tanya Pak Hadi. “Alhamdulillah pak” jawab Firman singkat. “Yakin bisa kalahkan Syahril?” tanya pak Hadi dengan nada yang juga sedikit bergurau. “Ah kita tunggu saja nanti pengumumannya pak hehe” jawab Firman. “Firman, ayo kita makan dulu yuk ke sana” kata Syahril sambil menunjukkan jarinya ke arah bangku kantin yang kosong. “Okedeeh” jawab Firman.
            Kemudian mereka memesan makanan di kantin itu. Mereka berdua mengobrol dengan asyiknya sambil menunggu makanan dan minuman pesanan mereka datang. “Hei Syahril, kamu tadi nomor 25 isinya apa?” tanya si Firman. “Nomor 25 itu soalnya yang mana ya? Aku kok lupa” jawab Syahril. “Ini lho yang ini, aku agak ragu tadi” kata Firman sambil menunjukkan lembar soalnya. “Ooh ini, aku tadi jawab B, karena itu kan perlambatan? jadi negatif kan?” kata Syahril. “Oh iyaa jugaa ya, tapi aku juga jawab B tadi hehehe” kata si Firman. “Bagaimana dengan nomor 55 ini?” tanya si Firman.
            Saat sedang asyik membahas soal, tiba-tiba perbincangan Syahril dan Firman terpotong karena makanan dan minuman yang mereka pesan sudah datang. “Silahkan mas” kata seorang pelayan di kantin. Tiba-tiba minuman yang dibawa pelayan kantin itu tumpah dan menumpahi lembar soal milik Firman. “Wah maaf mas, maaf. Saya tidak sengaja” kata seorang pelayan. “Eemm tidak apa-apa kok” jawab Firman. “Minumnya saya ganti deh mas” kata seorang pelayan. “Iya mas, lain kali hati-hati” kata Firman.
            Beberapa saat kemudian minuman Firman yang diganti datang, “silahkan mas, sekali lagi saya minta maaf, saya tidak sengaja mas” kata seorang pelayan. “Iya tidak apa-apa” jawab Firman. Kemudian Syahril dan Firman melanjutkan memakan makanannya yang mereka pesan tadi.
            Setelah selesai makan, Syahril dan Firman melanjutkan perbincangan mereka yang tadi. “Oh ya, tadi belum selesai kita membahas soal nomor 55 ini” kata Firman. “Emm tapi lembar soalku basah nih, pake lembar soalmu ya Ril?” lanjut si Firman. “Oh iya deeh” kata Syahril. Kemudian Syahril membuka tasnya dan mencari lembar soalnya, tiba-tiba ia sangat terkejut sekali karena di dalam tasnya ada lembar jawab yang ia kerjakan tadi di ruangan tes. “Lho kok ada lembar jawab di tasku sih? Terus yang aku kumpulin tadi apa ya?” kata Syahril dengan panik. “Lho iyakah?” kata Firman dengan nada yang juga sangat kaget. Tiba-tiba suasana menjadi tegang.
            Kemudian si Syahril berlari meninggalkan Firman menuju ke arah pak Ishaq. “Ada apa Ril? Kok seperti dikejar perampok gitu?” kata pak Ishaq sambil bergurau. Kemudian Syahril menceritakan semuanya kepada Pak Ishaq. “Pak, ternyata tadi saya salah mengumpulkan lembar jawab” kata Syahril dengan panik. “Hah? maksud kamu apa Ril?” tanya pak Ishaq dengan nada yang tinggi dan penasaran. “Iya pak, ini lembar jawab saya ternyata ada di dalam tas saya, jadi yang saya kumpulkan tadi adalah lembar soal” kata Syahril yang begitu gugup disertai dengan keringat yang mengucur di sekitar mukanya. “Kok bisa begitu sih?” kata Pak Ishaq. “Saya juga tidak tahu pak, saya juga baru tahunya waktu membuka tas saya pak” kata Syahril. “Ya sudah mari kita ke sekretariat, siapa tahu masih bisa diurus sebelum pengumuman” kata Pak Ishaq.
            Syahril dan Pak Ishaq menemui panitia di secretariat dan melaporkan kejadian yang terjadi pada Syahril. “Mas, ini ada miss sedikit, siswa saya salah mengumpulkan lembar jawabnya” kata Pak Ishaq. “Salah mengumpulkan bagaimana Pak?” tanya salah seorang panitia lomba. “Ini tadi dia bukan mengumpulkan lembar jawabnya, tetapi mengumpulkan lembar soalnya” jelas pak Ishaq. “Apa masih bisa diurus mas?” imbuh Pak Ishaq. “Wah maaf pak, kasus ini tidak bisa diurus, sesuai peraturan lomba nomor 10 bahwa peserta lomba yang keluar ruangan dengan membawa lembar jawab, maka akan didiskualifikasi Pak” jelas salah seorang panitia tersebut. “Tapi siswa saya ini selalu jadi juara lho mas tiap ada lomba-lomba begini, sayang kan kalau sang juara didiskualifikasi” kata Pak Ishaq yang sedikit membantah dengan peraturan. “Sekali lagi saya maaf Pak, kita mengikuti prosedur yang ada. Kami tidak peduli bahwa siswa bapak ini selalu mendapat juara, ini murni kesalahan dari siswa bapak sendiri bukan kesalahan dari pihak panitia” jelas seorang panitia lagi.
            Pak Ishaq yang berniat membela siswanya itu seakan sia-sia. Syahril yang tadinya sangat gembira dan penuh percaya diri seakan diam membisu menahan tangis dan penyesalan atas kesalahan yang ia perbuat. Syahril harus menerima keadaan bahwa dirinya kali ini bukan menjadi ‘sang juara’ pada lomba di ITB kali ini. Padahal menurutnya di ITB ini adalah lomba yang bergengsi baginya, karena ia ingin meneruskan kuliahnya di sini.
            Firman teman si Syahril tadi mencoba menghiburnya. “Syahril, sudahlah tak usah kau fikirkan lagi, bagiku kamu tetap menjadi sang juara” kata Firman. “Bukan itu masalahnya, aku dari dulu sangat mengidolakan kampus ini, aku gagal bersinar di tempat yang aku impikan” jelas Syahril. “Aku mengerti perasaanmu Ril, yang sabar saja. Mungkin Tuhan belum menghendaki kamu untuk juara pada lomba kali ini. Masih banyak kejuaraan yang patut kamu rebut” kata Firman yang berusaha meyakinkan Syahril yang terlihat sangat bersedih. “Iya deh, aku mengerti. Meskipun aku gagal bersinar di sini aku do’akan kamu menjadi juaranya kali ini” kata Syahril.
            Akhirnya Syahril menerima kenyataan bahwa ia gagal juara meskipun pengumuman  hasil lomba belum diumumkan. Dan tibalah saatnya pengumuman hasil lomba fisika yang di adakan oleh ITB di tahun 2013 ini. Bukan hal yang mendebarkan lagi bagi Syahril, tetapi hal yang sangat mendebarkan bagi Firman karena saingannya si Syahril dipastikan gagal menjadi juara karena didiskualifikasi. Rektor dari ITB yang membacakan pemenang lomba, pemenang pertama ternyata bukan Firman, tetapi Mahendra yaitu siswa dari SMA Satria Muda Jakarta dengan nilai 77. Kemudian pemenang kedua adalah Firman dari SMA Pelita Jaya Magelang dengan nilai 73 dan pemenang ketiga adalah Dian dari SMA Bukit Tinggi Padang dengan nilai 68. “Selamat bagi para pemenang lomba, saya tunggu kedatangan kalian di Perguruan Tinggi ini” kata Rektor ITB.
            Semua peserta lomba dan guru pembimbing yang mengantarkan lomba terkejut karena nama Syahril tidak tercantum di dalam daftar pemenang lomba, kecuali Firman dan Pak Hadi yang sudah terlebih dahulu tahu bahwa Syahril terkena diskualifikasi.
            Meskipun gagal juara, Syahril tetap sportif dan memberikan selamat kepada Firman. “Firman selamat ya kamu menjadi pemenang kedua pada lomba kali ini” kata Syahril yang dalam hatinya sangat berat menerima hasil ini. “Iya terima kasih ya Ril, tapi aku gagal menjadi juara 1” kata Firman yang sebenarnya juga kurang puas akan hsil yang ia terima. “Tak apa kawan, ini sudah bagus. Kamu berhasil mengungguliku kali ini, lain kali aku tidak akan pernah kalah lagi denganmu” kata Syahril dengan senyum yang menghiasi wajah kekecewaannya. “Pak Hadi, selamat ya atas keberhasilan siswanya” kata Pak Ishaq yang menjabat tangan Pak Hadi. “Iya terima kasih Pak Ishaq, mungkin belum kehendak Tuhan untuk Syahril menjadi juara pada kali ini Pak, saya sangat percaya bahwa siswa Pak Ishaq itu akan menjadi juara pada lomba-lomba berikutnya” kata Pak Hadi. “Ya sudah, kami pamit terlebih dahulu ya Pak” kata Pak Ishaq kepada Pak Hadi. “Iya Pak silahkan, hati-hati di jalan” kata Pak Hadi. “Syahril, yuk kita kembali ke sekolah” ajak Pak Ishaq. “Iya Pak” kata Syahril. “Aku pamit dulu ya kawan, ingat lain kali aku tidak akan kalah lagi sama kamu” kata Syahril kepada Firman. “Iya, hati-hati di jalan. Oke sampai jumpa lain waktu kawan, aku juga kan terus berusaha untuk mengalahkanmu lagi” balas Firman.
            Kemudian Syahril dan Pak Ishaq menuju mobil mereka dan kembali ke SMA Harapan Bangsa. Di sepanjang perjalanan pulang, Si Syahril tampak terdiam seribu bahasa dan tertunduk lesu nampaknya dia sangat menyesali kejadian yang tak akan pernah ia lupakan sepanjang hidupnya. “Sudahlah Syahril, tak usah bersedih, jadikan ini sebagai awal kebangkitan kamu” kata Pak Ishaq. “Saya menyesal Pak, ini semua salah saya sehingga merusak nama sekolah” kata Syahril yang terihat begitu sedih. “Lagian kamu tadi saya suruh lomba kan secara mendadak, sedangkan lawan-lawanmu sudah ada persiapan sebelumnya, bukan kesalahan kamu sepenuhnya tetapi juga salah bapak” kata Pak Ishaq yang berusaha meyakinkan Syahril.
            Dalam hati Syahril, ia bertekad tidak akan menyia-nyiakan lagi kesempatn untuk menjadi juara pada lomba-lomba berikutnya. Ia berjanji akan mengembalikan nama sekolah yang telah terpuruk dan membawa nama sekolah di kancah Internasional. “Ya ini merupakan pelajaran yang sangat berharga bagiku, aku berjanji akan lebih baik lagi jika aku diberi kesempatan untuk mengikuti lomba di lain waktu” kata Syahril dalam hatinya.

Your Reply