Terima Kasih Telah Berkunjung di Blog Saya, Semoga Postingan Saya Bisa Bermanfaat Bagi Kalian ^^

Archive for 2013

Hancurnya Radius dan Ulna (Cerpen)


.


Hancurnya radius dan ulna
Oleh: Ayyub Al Azheem

Suatu senja di bawah pohon yang rindang, tampak sepasang kekasih duduk bersama. Mereka tengah menikmati indahnya matahari yang tengah menuju persinggahan. Mereka ini adalah seorang pasangan kekasih yang serasi dan hampir tak terpisahkan seperti layaknya tulang radius dan ulna. Cowok itu bernama Deus, sedangkan ceweknya bernama Luna.
            “Deus, lihatlah matahari di sana. Indah sekali” kata Luna sambil menunjuk ke arah matahari yang hampir terbenam
            “Iya indah sekali, tapi sayang ia harus terbenam. Setelah ini dunia gelap akan datang” sambung Deus
            “Bagaimana jika ibarat aku adalah matahari, lalu aku terbenam meninggalkanmu dan tak akan terbit lagi?” tanya Luna
            “Ibarat aku adalah tumbuhan, tentu aku tidak akan membiarkanmu terbenam, karena tanpa hadirmu aku tidak akan pernah bisa hidup” lanjut Deus
            “hehe bisa aja kamu, udah mulai gelap nih langitnya. Kita pulang yuk?” kata Luna yang melihat langit semakin gelap.
            “Ya udah yuuk..” lanjut si Deus
            Kemudian Deus mengantarkan Luna pulang ke rumah menggunakan motor miliknya. Setelah sampai di rumah Luna, Deus langsung pamit pulang karena maghrib telah tiba.
            “Luna, aku langsung pulang saja yaa” kata Deus
            “Iya deh, hati-hati yaa” jawab Luna sambil melempar senyum ke arah Deus.
            “Iya, besok pagi jalan lagi yuk? aku jemput kamu ya?”
            “Iyaa oke deh, sampai jumpa besok” kata Luna sambil melambaikan tangannya kepada Deus
            Malam itu Luna yang notabene adalah seorang yang pandai melukis, tengah melukis sebuah gambar untuk kado ulang tahun kekasihnya, si Deus esok hari bertepatan tanggal 20 November. Ia menggambar sebuah tulang radius dan ulna yang mengibaratkan kedekatan mereka yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
            Esok harinya, Deus tengah bersiap-siap menjemput Luna motor kesayangannya. Ia tidak tahu kalau Luna telah mempersiapkan kado untuknya. Namun, ditengah perjalanan menuju rumah Luna, Deus tertabrak truk yang berkecepatan tinggi. Ia jatuh tak berdaya berlumuran banyak darah.
            “Duuaaarr…!!” suara tabrakan terdengar begitu kerasnya
            “Heei lihat ada tabrakan !” kata salah seorang yang berada disekitar jalan itu.
            Kemudian Deus segera dibawa ke rumah sakit oleh orang-orang yang berada disekitar situ. Sementara itu Luna yang tengah menunggu jemputan dari Deus dengan gelisah.
            “Si Deus mana sih? Lama banget, jadi jalan gak sih ini? Padahal aku sudah nyiapin kado untuknya” kata Luna dengan bergumam
            Deus yang sedang berada di rumah sakit mencoba menahan rasa sakit dan mengatakan sesuatu kepada suster, “Suster tolong ambil hp saya, hubungi Luna kekasih saya. Kasih tau dia aku gak bisa jemput dia pagi ini” kata Deus. Beberapa saat kemudian Luna dihubungi oleh pihak rumah sakit.
            “Haloo. . .” kata Luna
            “ya Halo, benar ini nomor Luna?” kata suster
            “Iya benar, ini siapa ya?” tanya Luna
            “Kami dari pihak rumah sakit Daerah ingin memberitahu bahwa saudara Rayhan Deus kecelakaan, sekarang berada di ruang operasi karena lukanya sangat parah” jelas suster
            Luna yang terkejut dengan kabar itu langsung menutup telepon dan menuju ke rumah sakit dengan membawa kado yang telah ia persiapkan untuk Deus. Sesampainya disana ia menunggu berjam-jam sampai operasi si Deus selesai. Kemudian seorang dokter keluar dari ruangan operasi.
            “Dok.. dok.. gimana keadaan Deus?” tanya Luna dengan panik
“Deus mengalami patah tulang kiri dan kaki kirinya lumpuh total” jelas dokter
“Apa? Lumpuh?” kata Luna dengan sangat terkejut
Luna lalu menjatuhkan kado yang ia bawa dan ia lari tak jelas kemana dia pergi. Hingga beberapa saat kemudian, Deus tersadar dari kondisi kritisnya.
“Suster, Luna sudah dikasih tau?” tanya Deus dengan nada yang sangat pelan
“Oh sudah sadar yaa, iya sudah. Tadi dia kesini tetapi langsung pergi entah saya tak tau kemana setelah dokter bilang kalau kaki kamu lumpuh” jelas suster itu
“Dia pergi?” kata Deus dengan lirih.
Kemudian ia berkata dalam hatinya, “Kemana matahariku pergi? Aku akan mati disini, sungguh aku tak mengira ia bakal pergi. Sekarang radius dan ulna tak lagi bersatu, tumbuhan pun akan mati tanpa matahari”
Beberapa saat kemudian, Deus menghembuskan nafas terakhirnya. Sungguh malang nasibnya ditinggal kekasihnya pergi disaat ia sedang kritis.

Pesan Terakhir Ayah (Cerpen)


.


PESAN TERAKHIR AYAH
Oleh : Ayyub Al Azheem

          Pagi itu tak secerah pagi-pagi sebelumnya. Langit yang kelam dan awan tebal menutupi mentari yang biasanya menerangi bumi. Guntur yang menggelegar melengkapi suasana pagi yang  menyeramkan seakan hendak terjadi bencana.
          Mutia yang tengah mengenakan seragam OSIS SMA sedang sarapan bersama ayahnya. Mereka sudah 16 tahun hidup berdua karena ibunya Mutia telah dipanggil Sang Kholik ketika melahirkan Mutia. Mereka hidup ditengah kesepian setiap harinya.
          “Yah, Mutia nanti pulangnya agak sore ya?” kata Mutia sambil mengunyah makanannya.
          “Ada acara apa kok pulang sore?” tanya ayahnya.
          “Mau belajar kelompok di rumahnya Erlina, Yah” jawab Mutia
          “Ya sudah, pulangnya jangan sampai maghrib ya! Belajarlah yang rajin, kamu satu-satunya harapan ayah, jangan seperti ayahmu ini yang Cuma jadi seorang loper Koran, wujudkan dan raih cita-citamu, Nak!” nasihat ayah Mutia.
          “Iya, Yah !” jawab Mutia.
          “Ya sudah sana berangkat, nanti terlambat! Jangan terburu-buru di jalan, di luar hujannya masih lebat” kata ayah Mutia.
          Kemudian Mutia berangkat ke sekolah dengan sepeda bututnya sambil mengenakan jas hujan. Kebetulan jarak rumah Mutiadengan sekolahnya tidak terlalu jauh. Mutia berangkat dengan penuh semnangat meskipun hujan lebat serta guntur yang keras menghalangi perjalanannya.
          Baru saja Mutia meletakkan sepedanya di area parkir sekolah, terdengar tanda bel masuk. Ia bergegas melipat jas hujan yang deikenakannya tadi. Langsung saja Mutia menuju ke kelasnya.
          “Hai teman-teman, selamat pagi !” sapa Mutia kepada teman-temannya sambil menenteng sepatunya.
          “Hai Mutia, tumben kamu berangkat agak siang?” tanya Erlina, teman sebangku Mutia.
          “Iya nih, hujannya lebat sekali.” Jawab Mutia sambil memakai sepatunya.
          “Ngomong-ngomong sudah selesai semua tugas-tugasmu, Mut?” tanya Erlina.
          “Sudah dong, semalem aku lembur sampai jam 11” jawab Mutia.
          “Widiih rajin amat kamu, Mut!” puji Erlina kepada Mutia.
          “Iya, aku tidak ingin mengecewakan ayahku, apalagi tadi waktu sarapan aku diberi nasihat oleh ayahku. Aku jadi semakin semangat untuk sekolah.” Jawab Mutia.
          “Iya deh aku percaya ! Aku salut sama kamu Mut, semangatmu untuk raih cita-cita sangat besar.” Kata Erlina.
          “Hehe, doakan saja Er, aku ingin membanggakan ayahku.” Kata Mutia
          “Eh . . . udah ada Bu Maya tuh!” sahut Erlina sambil menyiapkan buku Fisika.
          “Selamat pagi anak-anak” sapa Bu Maya, guru Fisika di sekolah Mutia
          “Selamat pagi, Bu !” jawab semua siswa serentak.
          “Silahkan dipimpin doa terlebih dahulu sebelum kita memulai pelajaran hari ini.” Kata Bu Maya.
          Kemudian ketua kelas memimpin doa dan pelajaran pun dimalai. Mutia terlihat sangat antusias dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti pelajaran. Hingga terdengar bel istirahat, semua siswa di dalam kelas termasuk Mutia yang tadinya penuh dengan suasana serius berubah menjadi suasana yang penuh canda gurau.
          “Hei Mutia, Erlina, ayo kita ke kantin yuk !” ajak Fiona, teman sekelas Mutia yang merupakan anak orang kaya
          “Aku enggak deh, kamu aja sama Erlina. Aku ingin menabung.” Kata Mutia
          “Menabung?” tanya Erlina
          “Iya Er, uang saku setiap hari ku tabung untuk bayar SPP.” Jawab Mutia.
          “Oooh jadi selama ini kamu tidak pernah ke kantin karena ini?” tanya si Fiona
          “Iya Fi, kalian berdua saja yang ke kantin.” Kata Mutia
          “Ya sudah gimana kalau aku traktir? Ayolah, sekali-kali, Mut!” ajak Fiona
          “Aduhh gimana yaa, aku gak enak sama kamu, Fi.” Kata Mutia yang berusaha menolak ajakan Fiona.
          “Ah sudahlah tak usah difikirkan Mut, kamu juga sering membantuku dalam pelajaran kan?” bujuk Fiona.
          “Ya sudah deh kalau begitu.” Kata Mutia yang menerima tawaran dari Fiona.
Mereka bertiga menuju ke kantin sambil bercanda gurau. Tiba-tiba Mutia jatuh terpeleset.
          “Aduuh. . . .” teriak Mutia.
          “Mutia hati-hati dong, kamu tidak apa-apa kan?” tanya Erlina
          “Tidak apa-apa kok.” Jawab Mutia sambil merapikan pakaiannya yang terlihat berantakan.
          “Ya sudah, ayo ke kantin !” ajak Fiona.
          Sesampainya di kantin, mereka memesan makanan. Sambil menunggu pesanannya datang, mereka berbincang-bincang hingga akhirnya makanan mereka datang. Tak sengaja, Mutia menyenggol makanannya saat hendak mengambil sendok. “Tiiaaarrrr!!!” suara piring yang pecah itu menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di kantin.
          “Aduh maaf aku tidak sengaja.” Kata Mutia dengan gugup.
          “Ya sudah Mut, pesan lagi saja.” Kata Fiona sambil tersenyum ke arah Mutia.
          “Terima kasih Fi, kamu baik sekali.” Kata Mutia dengan sedikit menahan rasa malu.
          Dalam hatinya Mutia berkata, “Pertanda buruk apa ini? Tadi terpeleset, sekarang piring pecah. Ya Allah, semoga tidak terjadi apa-apa dengan ayahku.”
          “Mutia? Kamu melamun ya?” tanya Erlina yang melihat mata Mutia tampak kosong tatapannya.
          “Oh enggak kok, gak ada apa-apa.” Jawab Mutia dengan gugup.
          “Ya sudah, dimakan dong makanannya !” sela Fiona.
          Hingga akhirnya jam pulang sekolah tiba, Mutia dilandai dengan perasaan yang sangat gugup dan tidak tenang seakan ada peristiwa buruk yang akan menghampirinya.
          “Er, maaf ya aku tidak jadi ke rumahmu. Aku agak kurang enak badan.” Kata Mutia.
          “Oh begitu, ya sudah istirahat saja di rumah Mut. Hati-hati di jalan ya!” kata Erlina.
          “Iya, makasih Er.” Kata Mutia sambil menggendong tasnya.
          Akhirnya Mutia pulang. Di sepanjang jalan ia terus melamun sambil mengendarai sepeda bututnya. Hingga akhirnya ia sampai di depan halaman rumahnya. Ia sangat kaget sekali melihat banyak orang mengerubungi rumahnya. Ia membanting sepedanya dan berlari ke arah rumahnya.
          “Ada apa ini? Apa yang sedang terjadi?” tanya Mutia kepada salah seorang tetangganya yang berada di rumah Mutia.
          “Sabar ya Nak, tabahkan hatimu. Ayahmu dipanggil Yang Maha Kuasa.” Jawab tetangganya sambil memegang pundak Mutia.
          “Apa? Yang benar saja? Apa yang terjadi pada ayahku?” kata Mutia yang meneteskan air matanya. Ia sangat terpukul sekali mendengarkannya.
          “Ayah kamu terserang penyakit jantung, nyawanya tidak dapat tertolong lagi.” Jelas tetangganya.
          Kemudian Mutia berlari masuk ke dalam kamar ayahnya. Mutia tak sanggup melihat ayahnya terbaring tak bernyawa.
          “Ayaah, kenapa kau meninggalkanku sendirian? Apa ayah tak ingin melihat aku sukses nanti?” kata Mutia sambil menangis di depan ayahnya yang sudah dibungkus dengan kain kafan. Sementara itu, tetangganya berusaha menenangkan Mutia yang sangat terpukul atas musibah ini.
          Mutia tak pernah membayangkan, nasihat ayahnya yang ia dengar tadi pagi saat sarapan bersama adalah pesan terakhir kepadanya. Hancur sekali hatinya ditinggal pergi ayahnya. Namun, dalam hatinya ia tetap bertekad meraih cita-citanya meskipun ayahnya sudah tiada.

Kisah-ku (Puisi)


.


Kisah-ku
Oleh: Fayyad Haizam

Di malam yang sunyi ini
Ku kenang dikau
Ku kenang masa-masa indah
Saat kita bersama
            Penuh canda tawa
            Penuh suka cita
            Kisah yang indah
            Kisah yang tak terlupakan
Sampai tiba saatnya
Kita harus berpisah
Mengubur dalam-dalam
Kisah indah kita
Lelaki ini mencucurkan darah
Tapi kau tak bisa melihat darahnya
Ini hanya sebuah perasaan
Bahwa lelaki ini telah dibuang
Cuaca menjadi hujan
Sejak kita berpisah
Sekarang aku tenggelam
Dalam kesedihan di relung hatiku
Kau selalu melihatku
Seakan-akan aku petarung
Tetapi tanpa dirimu
Aku telah menyerah
Aku tak berharap apa-apa
Hanya berharap yang terbaik bagimu
Aku hanya bisa berharap
Engkau bahagia selamanya
            Aku tak pernah lupa
            Perkataanmu waktu itu
            Suatu saat berakhir dalam cinta
            Suatu saat berakhir dalam duka        

Puisi Cinta


.


TERTUTUP
Oleh : Muhammad Rizki

Hitam…
Kelam…
Pupus…
Hancur…
Kejujuran bersembunyi
Kejujuran terhalangi
Air mata menghampiri
Di akhir kisah ini
Tak ada lagi harapan
Keputus asaan telah datang
Tapi rasa ini belum juga mati
Rasa ini semakin berapi-api
Allah mengetahui yang terbaik
Allah mencoba menjatuhkanku
Tapi aku akan terus bangkit
Aku akan tetap terus berlari
Walau duri menancap dikaki
Walau duri menancap dihati
Apakah aku harus menunggu?
Menunggu yang belum pasti
Hati tidak mau berbohong
Hati ingin menunggu
Entah kapan waktu itu
Berpihak kepada ku
Masih ada teman-teman dibelakangku
Memberiku semangat tidak untuk mundur
Walau sakit yang abadi
Hati tetap ingin menanti
Apa yang pernah dimiliki

Puisi


.


KEPRIBADIAN GANDA
Oleh: Ayyub Al Azheem

Tikus-tikus negara kian merajalela
Bukan padi mangsa mereka
Manusia kecil seperti kami ditindasnya
Bukan main sakitnya hatiku
            Niat hati ingin kubasmi mereka
            Aku yang akan menjadi pestisida
            Tapi siapa aku ini
            Mencari ilmu saja sulit
Aku selalu termenung dalam kesepian
Di tengah keramaian istana kecilku
Bagaimana aku meraih impianku
Ayah ibuku penambang emas di tempat kumuh
            Aku tak bisa terus berdiam diri
            Ingin rasanya membantu mereka
            Meringankan beban kebutuhan keluarga
            Hingga akhirnya terfikir di otakku
Aku terlalu sibuk setiap harinya
Pagi yang cerah aku datang ke gudang ilmu
Siang di bawah mentari terik yang menyengat
Aku melantunkan senandung lagu
Lampu bewarna merah dipinggir jalan seakan menjadi penolong
Dari mobil ke mobil ku lantunkan
Tak lupa tutup botol bekas sebagai senjataku
Aku tak letih meski keringatku terus mengucur
Hingga mentari kembali ke persinggahan
Aku kembali ke istana kecilku
Kembali menjadi seorang pelajar
            Ku lakukan semua ini demi hidup
            Hidup yang keras tuk gapai impian
            Inilah perjuangan hidupku
            Kepribadian ganda ku lakukan setiap hari

Cerpen Pendidikan


.

CATATAN : cerita ini hanya fiktif belaka, apabila ada kesamaan kejadian, nama tokoh, dan tempat kejadian semata-mata hanyalah khayalan pengarang. selamat membaca !


GAGAL BERSINAR
Oleh :Ayyub Al Azheem

Di kota Bandung terdapat sekolah yang telah terkenal akan prestasi-prestasi yang memuaskan dari siswa-siswanya. Sekolah itu adalah SMA Harapan Bangsa. Prestasi-prestasi dari dalam negeri maupun dari luar negeri pernah mereka raih semuanya. SMA Harapan Bangsa mempunyai siswa andalan yang telah meraih berbagai juara mulai dari tingkat kabupaten hingga nasional, namanya adalah Syahril.
            Sekarang, Syahril duduk di kelas XI IPA 1. Dia selalu menjadi bintang kelas tiap ada penerimaan raport. Wajar saja dia selalu menjadi pilihan utama oleh guru-guru untuk mengikuti lomba.  Syahril sangat menyukai mata pelajaran fisika. Nilai-nilai mata pelajaran fisika tak diragukan lagi, selalu 90 keatas. Syahril sendiri dimata teman-temannya adalah sosok pribadi yang ramah, santun, dan senang berbagi.
            Pada suatu hari dengan cuaca yang sangat cerah Syahril berangkat ke sekolah dengan wajah ceria. Ia berangkat dari rumah ke sekolah naik sepeda kesayangannya. Kebetulan jarak rumah Syahril dengan sekolahnya tidak terlalu jauh.
Sesampainya di sekoloah Syahril bertemu dengan Pak Ishaq yang merupakan guru fisika di sekolahnya. Syahril diminta Pak Ishaq untuk mengikuti lomba fisika yang setingkat dengan tingkat nasional di ITB yang merupakan salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia.
 “Ril, nanti pukul 08.00 bapak antar kamu ke ITB ya?” kata Pak Ishaq dengan wajah yang tersenyum. “Ha? Ada apa pak kok ke sana?” tanya Syahril dengan wajah kebingungan. “Ada lomba fisika di sana, siap-siap ya?” jawab pak Ishaq. “Lho kok mendadak sih pak?” kata Syahril dengan wajah yang terkejut. “Iya ternyata surat dari ITB terselip di meja kepala sekolah, tadi kepala sekolah dihubungi dari pihak ITB” jawab pak Ishaq. “Oo . . . tapi saya tidak siap pak kalau mendadak seperti ini” kata Syahril dengan gugup. “Ah kamu kan sudah biasa lomba fisika, saya yakin kamu pasti juara kok” jawab pak Ishaq dengan nada yang sangat yakin. “Ya tapi kan saya juga perlu persiapan dan belajar, Pak?” bantah si Syahril. “Ya sudah, sekarang persiapkanlah dirimu, sebentar lagi kita akan berangkat” Kata Pak Ishaq yang menyela bantahan  si Syahril.
Ini merupakan kesempatan yang besar bagi Syahril karena sejak dulu ia sangat mengimpikan bisa melanjutkan sekolahnya di ITB. “ini kesempatan yang besar bagi saya, saya ingin menjadi juara di sana, perguruan tinggi itu merupakan impianku” kata Syahril dalam hati kecilnya.
            Jam menunjukkan pukul 08.00, Pak Ishaq bersiap mengantarkan Syahril ke ITB. “Syahril, sudah siap?” kata Pak Ishaq. “Berangkat sekarang, Pak?” tanya Syahril. “Iya, mari bapak antar, lomba dimulai pukul 09.00” jawab Pak Ishaq. Kemudian mereka berangkat menuju ITB naik mobil pribadi sekolah.
            Dalam perjalanan tiba-tiba Syahril merasa gugup, tak seperti biasanya saat mau mengikuti lomba yang penuh dengan rasa percaya diri. Keringat terus ia keluarkan dari pori-pori kulit tubuhnya, ia hanya terdiam membisu sepanjang perjalanan. Kemudian Pak Ishaq bertanya, “Syahril, kamu kenapa? Kok diam saja dari tadi? Tak seperti biasanya di kelas yang ceria.”. “Emmhh . . saya tidak apa-apa pak hanya sedikit gugup saja” jawab si Syahril dengan raut wajah yang lemas. “Ah kamu ini, biasanya kalau saat seperti ini kamu percaya sekali kalau akan menang, ayo dong semangat, bapak yakin kamu juara nanti” kata pak Ishaq yang menghibur si Syahril. Tiba-tiba kepercayaan diri Ishaq itu muncul seketika setelah pak Ishaq memberikan semangat kepadanya. Syahril berfikir bahwa dia tidak akan mengecewakan kepercayaan pak Ishaq. “Aku yakin aku akan meraih juara, aku tidak boleh mengecewakan pak Ishaq” kata Syahril di dalam hatinya. Kemudian pak Ishaq menyela ketika melihat Syahril melamun, “Syahril ?” kata pak Ishaq. “Oh iya pak, doakan saya ya pak!” kata Syahril dengan nada yang penuh semangat.
            Beberapa saat kemudian, mobil mereka  yang bertuliskan nama “SMA Harapan Bangsa” sampai di halaman ITB. Mobil itu seakan menjadi perhatian banyak orang yang ada di sana karena ada bintang di dalam sana, yaitu Syahril. Seketika ia menjadi buah bibir orang-orang yang ada di sana. “Wah ada Syahril dari SMA Harapan Bangsa, dia pasti meraih juara lagi nih” kata salah seorang siswa dari SMA lain.
            Saat Syahril turun dari mobil tersebut, aura kebintangannya semakin terasa. Tiba-tiba ia  disambut oleh temannya dari SMA Pelita Jaya Magelang yang merupakan saingannya ketika lomba-lomba fisika, namanya Firman. Namun, Syahril selalu lebih unggul dibandingkan dengan Firman. “Heii Syahril !” sapa Firman. “Oh hai Firman !” sahut Syahril. “Wah ada sang juara ikut lomba lagi nih” gurau si Firman kepada Syahril. “Ah kamu gak usah terlalu membesarkan aku hahaha” jawab Syahril dengan santai. “Apa kabar nih?”  tanya Firman. “Alhamdulillah baik-baik saja, bagimana denganmu?” giliran Syahril bertanya balik. “Alhamdulillah senantiasa dalam lindungan Tuhan” jawab Firman dengan agamis. Tiba-tiba Pak Ishaq memotong pembicaraan mereka, “Syahril, mari kita registrasi dulu ke sekretariat”. “Oh iya Pak” kata Syahril. “Hei Firman aku mau registrasi dulu ya? Selamat berjuang kawan!” kata Syahril sambil melambaikan tangannya. “Oh iya bro, selamat berjuang juga!” balas si Firman.
            Kemudian Syahril dan Pak Ishaq menuju ke sekretariat untuk mendaftarkan Syahril sebagai peserta dengan mengisi formulir yang disediakan oleh panitia. Setelah selesai mengisi formulir, Syahril diberikan nomor tes oleh panitia. “Ini nomor tes adik, silahkan tunggu di depan ruang tes” kata salah seorang panitia yang merupakan mahasiswa di ITB. “Ruang tes saya berapa ya kak?” tanya Syahril. “Di depan pintu ruang tes ada nomor-nomor pesertanya kok dik” jawab panitia tersebut. “Oh ya sudah kak, terima kasih” kata Syahril. Kemudian Syahril mencari ruang tesnya yang ditemani oleh Pak Ishaq.
            Beberapa saat kemudian, Syahril dan Pak Ishaq belum juga menemukan ruang tesnya Syahril. “Hei lihat, bukankah itu Firman temanmu? Coba tanya Firman siapa tahu dia tahu ruanganmu” kata Pak Ishaq sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arah Firman yang sedang duduk bersama gurunya yang bernama Pak Hadi. Syahril pun memanggil Firman dengan suara yang lantang “Hei Firman !”. “Oh hai Syahril, sudah selesai registrasimu?” tanya Firman. “Sudah man, nomor tesmu berapa Man?” tanya Syahril. “nomor tesku 2505, kamu?” si Firman balas bertanya. “Wah selisih 5 angka denganku, aku 2510” jawab Syahril. “Wah kita berarti satu ruang dong !” kata Firman. “Benarkah?” tanya Syahril yang tak menyangka bahwa mereka satu ruangan. “Iya benar, aku tadi sudah mengecek di depan pintu ruangan tes” jawab Firman. “Lalu di sebelah mana ruang tesnya?” tanya Syahril. “Disana ! di dekat kantin” kata Firman sambil menunjukkan jarinya ke arah ruang tes mereka. “Yasudah mari kita kesana, sebentar lagi lomba akan dimulai” kata pak Ishaq yang menyela pembicaaraan mereka.
            Kemudian Syahril dan Firman menuju ke depan ruang tes mereka karena belum ada tanda bel maka mereka tidak boleh memasuki ruangan tes tersebut. Sedangkan Pak Ishaq dan Pak Hadi menuju kantin untuk menunggu siswa-siswanya yang akan mengerjakan soal tes. Beberapa saat kemudian terdengar tanda bel masuk. Ketika Syahril dan Firman akan memasuki ruangan, tiba-tiba Firman menepuk punggung Syahril yang ada di depannya dan berkata, “Hei Syahril, selamat berjuang ya ! Aku tidak gentar walau kamu sebagai favorit juara, aku pasti akan mengalahkanmu kali ini”.”Iya, selamat berjuang juga ya” kata Syahril dengan senyum manis di wajahnya.
            Dengan wajah yang sangat percaya diri, Syahril dan Firman memasuki ruangan tes yang juga diikuti oleh para peserta lomba lainnya. Beberapa saat kemudian, dua orang pengawas ruangan memasuki ruang tes dengan membawa berkas soal yang terlihat masih disegel. “Selamat pagi adik-adik!” kata seorang pengawas ruangan yang merupakan mahasiswa di ITB. Serentak para peserta di ruangan menjawab salam “Selamat pagi kakak!”. “Sebelum saya membagikan soal dan lembar jawab, ada yang mau memimpin do’a terlebih dahulu?” kata salah seorang pengawas ruangan. Dengan percaya diri, Syahril mengangkat tangannya dan berdiri untuk memimpin do’a.
            Setelah berdo’a pengawas ruangan membacakan peraturan-peraturan lomba dari 1-10. Hingga pada peraturan yang ke-10 berbunyi, “Setiap peserta yang meninggalkan ruangan dengan membawa lembar jawab maka akan didiskualifikasi”. Setelah peraturan ke-10 dibacakan pengawas ruangan membuka berkas soal yang masih disegel. “Adik-adik lihat ya, berkas soal ini masih disegel” kata salah seorang pengawas. Kemudian pengawas membagikan soal-soal dan lembar jawab. “Lembar soal jangan dibuka dulu sebelum ada tanda bel mulai mengerjakan” sela pengawas sambil membagikan kertas kosong untuk coret-coretan menghitung.
            Sambil menunggu bel tanda mengerjakan, para peserta lomba mengisi data diri pada lembar jawab scanning. Teet teet teeet terdengar bunyi bel tiga kali yang bertanda para peserta boleh memulai membuka lembar soal dan mengerjakan soal-soalnya. “Waktu mengerjakan soal 2 jam dan jumlah soal 100, maksimalkan waktu kalian” kata salah seorang pengawas ruangan. Syahril terlihat sangat percaya diri mengerjakan soal-soal yang ada dihadapannya meskipun ia tanpa persiapan belajar sebelumnya. Begitu juga dengan Firman yang sangat termotivasi untuk mengalahkan sang juara berturut-turut di lomba-lomba fisika, Syahril.
            Setelah beberapa waktu berjalan, para peserta lomba terlihat sangat serius sekali dengan muka-muka yang tegang. Kertas coret-coretan Syahril terlihat penuh dengan tulisannya, kemudian ia mengangkat tangannya dan berkata, “Maaf kakak pengawas, boleh minta kertas kosong lagi?”. “Oh iya ini” kata salah seorang pengawas sambil berjalan menuju bangku Syahril dan memberikan kertas kosong tersebut.
            Jam menunjukkan pukul 10.55 terdengar bel satu kali “teeeettt” yang menandakan bahwa waktu untuk mengerjakan soal tinggal lima menit. Syahril terlihat begitu serius sekali menyelesaikan soal-soal yang belum ia kerjakan. Syahril terus mencoba berfikir keras hingga kertas coret-coretannya yang kedua hamper  penuh. Beberapa saat kemudian terdengar bel tiga kali “teeet tteeett teeetttt”. “Yak adik-adik waktu kalian untuk mengerjakan habis, silahkan lembar jawab dikumpulkan ke depan, lembar soal boleh dibawa pulang” kata seorang pengawas.
            Semua peserta serentak maju ke depan untuk mengumpulkan lembar jawab mereka. Syahril terlihat panik karena ada beberapa soal yang belum ia selesaikan. Maklum saja  hanya waktu 120 menit untuk mengerjakan soal fisika sebanyak 100 soal memang tidak cukup. Karena sangat panik, Syahril tergesa-gesa menuju ke depan. Ia tidak sadar bahwa yang dikumpulkannya itu bukan lembar jawab, tetapi lembar soal. Kemudian Firman dan peserta lainnya mengumpulkan jawabannya hingga lembar soal Syahril tertutup oleh lembar jawab para peserta lain, sehingga tidak terlihat oleh pengawas ruangan.
            Setelah semua peserta lomba mengumpulkan lembar jawabnya, mereka keluar dari ruangan. Syahril masih belum sadar kalau ia salah mengumpulkan lembar jawab. Kemudian Syahril dan Firman berjalan menuju kantin untuk menemui guru pembimbingnya masing-masing. “Bagaimana Syahril? Bisa mengerjakan kan?” tanya Pak Ishaq. “Alhamdulillah pak, ada beberapa soal yang belum saya kerjakan karena kekurangan waktu” jawab Syahril dengan percaya diri. “Yakin bisa juara apa tidak?” tanya Pak Ishaq dengan nada sedikit bergurau. “Berdoa saja lah Pak, semoga menjadi yang terbaik” jawab Syahril dengan santai. “Ah Syahril pasti dapat juara lagi nih” sela Pak Hadi yang memotong pembicaraan mereka. “Bagaimana dengan kamu Firman? Bisa mengerjakan kan?” tanya Pak Hadi. “Alhamdulillah pak” jawab Firman singkat. “Yakin bisa kalahkan Syahril?” tanya pak Hadi dengan nada yang juga sedikit bergurau. “Ah kita tunggu saja nanti pengumumannya pak hehe” jawab Firman. “Firman, ayo kita makan dulu yuk ke sana” kata Syahril sambil menunjukkan jarinya ke arah bangku kantin yang kosong. “Okedeeh” jawab Firman.
            Kemudian mereka memesan makanan di kantin itu. Mereka berdua mengobrol dengan asyiknya sambil menunggu makanan dan minuman pesanan mereka datang. “Hei Syahril, kamu tadi nomor 25 isinya apa?” tanya si Firman. “Nomor 25 itu soalnya yang mana ya? Aku kok lupa” jawab Syahril. “Ini lho yang ini, aku agak ragu tadi” kata Firman sambil menunjukkan lembar soalnya. “Ooh ini, aku tadi jawab B, karena itu kan perlambatan? jadi negatif kan?” kata Syahril. “Oh iyaa jugaa ya, tapi aku juga jawab B tadi hehehe” kata si Firman. “Bagaimana dengan nomor 55 ini?” tanya si Firman.
            Saat sedang asyik membahas soal, tiba-tiba perbincangan Syahril dan Firman terpotong karena makanan dan minuman yang mereka pesan sudah datang. “Silahkan mas” kata seorang pelayan di kantin. Tiba-tiba minuman yang dibawa pelayan kantin itu tumpah dan menumpahi lembar soal milik Firman. “Wah maaf mas, maaf. Saya tidak sengaja” kata seorang pelayan. “Eemm tidak apa-apa kok” jawab Firman. “Minumnya saya ganti deh mas” kata seorang pelayan. “Iya mas, lain kali hati-hati” kata Firman.
            Beberapa saat kemudian minuman Firman yang diganti datang, “silahkan mas, sekali lagi saya minta maaf, saya tidak sengaja mas” kata seorang pelayan. “Iya tidak apa-apa” jawab Firman. Kemudian Syahril dan Firman melanjutkan memakan makanannya yang mereka pesan tadi.
            Setelah selesai makan, Syahril dan Firman melanjutkan perbincangan mereka yang tadi. “Oh ya, tadi belum selesai kita membahas soal nomor 55 ini” kata Firman. “Emm tapi lembar soalku basah nih, pake lembar soalmu ya Ril?” lanjut si Firman. “Oh iya deeh” kata Syahril. Kemudian Syahril membuka tasnya dan mencari lembar soalnya, tiba-tiba ia sangat terkejut sekali karena di dalam tasnya ada lembar jawab yang ia kerjakan tadi di ruangan tes. “Lho kok ada lembar jawab di tasku sih? Terus yang aku kumpulin tadi apa ya?” kata Syahril dengan panik. “Lho iyakah?” kata Firman dengan nada yang juga sangat kaget. Tiba-tiba suasana menjadi tegang.
            Kemudian si Syahril berlari meninggalkan Firman menuju ke arah pak Ishaq. “Ada apa Ril? Kok seperti dikejar perampok gitu?” kata pak Ishaq sambil bergurau. Kemudian Syahril menceritakan semuanya kepada Pak Ishaq. “Pak, ternyata tadi saya salah mengumpulkan lembar jawab” kata Syahril dengan panik. “Hah? maksud kamu apa Ril?” tanya pak Ishaq dengan nada yang tinggi dan penasaran. “Iya pak, ini lembar jawab saya ternyata ada di dalam tas saya, jadi yang saya kumpulkan tadi adalah lembar soal” kata Syahril yang begitu gugup disertai dengan keringat yang mengucur di sekitar mukanya. “Kok bisa begitu sih?” kata Pak Ishaq. “Saya juga tidak tahu pak, saya juga baru tahunya waktu membuka tas saya pak” kata Syahril. “Ya sudah mari kita ke sekretariat, siapa tahu masih bisa diurus sebelum pengumuman” kata Pak Ishaq.
            Syahril dan Pak Ishaq menemui panitia di secretariat dan melaporkan kejadian yang terjadi pada Syahril. “Mas, ini ada miss sedikit, siswa saya salah mengumpulkan lembar jawabnya” kata Pak Ishaq. “Salah mengumpulkan bagaimana Pak?” tanya salah seorang panitia lomba. “Ini tadi dia bukan mengumpulkan lembar jawabnya, tetapi mengumpulkan lembar soalnya” jelas pak Ishaq. “Apa masih bisa diurus mas?” imbuh Pak Ishaq. “Wah maaf pak, kasus ini tidak bisa diurus, sesuai peraturan lomba nomor 10 bahwa peserta lomba yang keluar ruangan dengan membawa lembar jawab, maka akan didiskualifikasi Pak” jelas salah seorang panitia tersebut. “Tapi siswa saya ini selalu jadi juara lho mas tiap ada lomba-lomba begini, sayang kan kalau sang juara didiskualifikasi” kata Pak Ishaq yang sedikit membantah dengan peraturan. “Sekali lagi saya maaf Pak, kita mengikuti prosedur yang ada. Kami tidak peduli bahwa siswa bapak ini selalu mendapat juara, ini murni kesalahan dari siswa bapak sendiri bukan kesalahan dari pihak panitia” jelas seorang panitia lagi.
            Pak Ishaq yang berniat membela siswanya itu seakan sia-sia. Syahril yang tadinya sangat gembira dan penuh percaya diri seakan diam membisu menahan tangis dan penyesalan atas kesalahan yang ia perbuat. Syahril harus menerima keadaan bahwa dirinya kali ini bukan menjadi ‘sang juara’ pada lomba di ITB kali ini. Padahal menurutnya di ITB ini adalah lomba yang bergengsi baginya, karena ia ingin meneruskan kuliahnya di sini.
            Firman teman si Syahril tadi mencoba menghiburnya. “Syahril, sudahlah tak usah kau fikirkan lagi, bagiku kamu tetap menjadi sang juara” kata Firman. “Bukan itu masalahnya, aku dari dulu sangat mengidolakan kampus ini, aku gagal bersinar di tempat yang aku impikan” jelas Syahril. “Aku mengerti perasaanmu Ril, yang sabar saja. Mungkin Tuhan belum menghendaki kamu untuk juara pada lomba kali ini. Masih banyak kejuaraan yang patut kamu rebut” kata Firman yang berusaha meyakinkan Syahril yang terlihat sangat bersedih. “Iya deh, aku mengerti. Meskipun aku gagal bersinar di sini aku do’akan kamu menjadi juaranya kali ini” kata Syahril.
            Akhirnya Syahril menerima kenyataan bahwa ia gagal juara meskipun pengumuman  hasil lomba belum diumumkan. Dan tibalah saatnya pengumuman hasil lomba fisika yang di adakan oleh ITB di tahun 2013 ini. Bukan hal yang mendebarkan lagi bagi Syahril, tetapi hal yang sangat mendebarkan bagi Firman karena saingannya si Syahril dipastikan gagal menjadi juara karena didiskualifikasi. Rektor dari ITB yang membacakan pemenang lomba, pemenang pertama ternyata bukan Firman, tetapi Mahendra yaitu siswa dari SMA Satria Muda Jakarta dengan nilai 77. Kemudian pemenang kedua adalah Firman dari SMA Pelita Jaya Magelang dengan nilai 73 dan pemenang ketiga adalah Dian dari SMA Bukit Tinggi Padang dengan nilai 68. “Selamat bagi para pemenang lomba, saya tunggu kedatangan kalian di Perguruan Tinggi ini” kata Rektor ITB.
            Semua peserta lomba dan guru pembimbing yang mengantarkan lomba terkejut karena nama Syahril tidak tercantum di dalam daftar pemenang lomba, kecuali Firman dan Pak Hadi yang sudah terlebih dahulu tahu bahwa Syahril terkena diskualifikasi.
            Meskipun gagal juara, Syahril tetap sportif dan memberikan selamat kepada Firman. “Firman selamat ya kamu menjadi pemenang kedua pada lomba kali ini” kata Syahril yang dalam hatinya sangat berat menerima hasil ini. “Iya terima kasih ya Ril, tapi aku gagal menjadi juara 1” kata Firman yang sebenarnya juga kurang puas akan hsil yang ia terima. “Tak apa kawan, ini sudah bagus. Kamu berhasil mengungguliku kali ini, lain kali aku tidak akan pernah kalah lagi denganmu” kata Syahril dengan senyum yang menghiasi wajah kekecewaannya. “Pak Hadi, selamat ya atas keberhasilan siswanya” kata Pak Ishaq yang menjabat tangan Pak Hadi. “Iya terima kasih Pak Ishaq, mungkin belum kehendak Tuhan untuk Syahril menjadi juara pada kali ini Pak, saya sangat percaya bahwa siswa Pak Ishaq itu akan menjadi juara pada lomba-lomba berikutnya” kata Pak Hadi. “Ya sudah, kami pamit terlebih dahulu ya Pak” kata Pak Ishaq kepada Pak Hadi. “Iya Pak silahkan, hati-hati di jalan” kata Pak Hadi. “Syahril, yuk kita kembali ke sekolah” ajak Pak Ishaq. “Iya Pak” kata Syahril. “Aku pamit dulu ya kawan, ingat lain kali aku tidak akan kalah lagi sama kamu” kata Syahril kepada Firman. “Iya, hati-hati di jalan. Oke sampai jumpa lain waktu kawan, aku juga kan terus berusaha untuk mengalahkanmu lagi” balas Firman.
            Kemudian Syahril dan Pak Ishaq menuju mobil mereka dan kembali ke SMA Harapan Bangsa. Di sepanjang perjalanan pulang, Si Syahril tampak terdiam seribu bahasa dan tertunduk lesu nampaknya dia sangat menyesali kejadian yang tak akan pernah ia lupakan sepanjang hidupnya. “Sudahlah Syahril, tak usah bersedih, jadikan ini sebagai awal kebangkitan kamu” kata Pak Ishaq. “Saya menyesal Pak, ini semua salah saya sehingga merusak nama sekolah” kata Syahril yang terihat begitu sedih. “Lagian kamu tadi saya suruh lomba kan secara mendadak, sedangkan lawan-lawanmu sudah ada persiapan sebelumnya, bukan kesalahan kamu sepenuhnya tetapi juga salah bapak” kata Pak Ishaq yang berusaha meyakinkan Syahril.
            Dalam hati Syahril, ia bertekad tidak akan menyia-nyiakan lagi kesempatn untuk menjadi juara pada lomba-lomba berikutnya. Ia berjanji akan mengembalikan nama sekolah yang telah terpuruk dan membawa nama sekolah di kancah Internasional. “Ya ini merupakan pelajaran yang sangat berharga bagiku, aku berjanji akan lebih baik lagi jika aku diberi kesempatan untuk mengikuti lomba di lain waktu” kata Syahril dalam hatinya.